Ada seorang laki-laki yang sudah lama menikah tapi belum juga
mempunyai keturunan. Sudah bertahun-tahun ia ingin memiliki anak, tapi
niatnya itu belum tercapai juga. Ia telah melakukan berbagai ikhtiar
agar cita-citanya mempunyai anak dapat terwujud. Berbagai nadzar telah
ia ucapkan, namun tetap saja anak yang diidam-idamkan tak kunjung hadir.
Entah
karena putus asa atau karena nekad, suatu hari ia dengan kesal
mengucapkan nadzar: “Seandainya aku dikaruniai anak oleh Allah, aku akan
bersedekah kepada saudara-saudaranya syaithan masing-masing 50 Dinar…!”
Wallahu
a’lam, apakah karena nadzarnya itu ataukah sebab memang sudah menjadi
kehendak Allah, tak lama kemudian istrinya hamil dan melahirkan seorang
putra yang sehat dan tampan. Betapa gembiranya hati laki-laki itu
beserta istrinya dengan kehadiran anggota baru dalam keluarga mereka.
Dengan penuh cinta dan kasih sayang mereka merawat putra mereka
tersebut. Laki-laki itu telah melupakan nadzar yang pernah ia ucapkan.
Pada
suatu malam, laki-laki tersebut mimpi bertemu setan di dalam tidurnya.
Setan berkata kepadanya, “Wahai fulan, jangan lupakan nadzarmu untuk
bersedekah kepada saudara-saudaraku!”
Laki-laki itu lantas bertanya kepada setan, “Siapakah saudara-saudaramu?”
Setan
menjawab, “Carilah pezina, pemabuk, penjudi, pendurhaka kepada kedua
orangtua dan orang yang bakhil lagi serakah karena mereka itulah
saudara-saudaraku.”
Setelah terbangun dari
tidurnya, tanpa berpikir panjang lagi langsung ia mengambil uangnya dan
melangkah mencari saudara-saudaranya setan yang disebutkan dalam mimpi.
Ia
mencari diantara tetangganya, tetapi tak ia temukan. Akhirnya ia
berjalan menuju desa sebelah. Orang pertama yang ditemuinya adalah
pezina. Ketika disodorkan uang sebanyak 50 Dinar, pezina itu keheranan
dan bertanya, “Dalam rangka apa engkau memberiku uang ini?” Laki-laki
itu lalu mengisahkan nadzar dan mimpinya.
Mendengar cerita
laki-laki itu, sang pezina langsung saja bersujud, menangis, dan
bertaubat kepada Allah. Ia berniat untuk tidak mengulangi pekerjaannya
karena tidak mau disebut sebagai saudaranya setan. Uang 50 Dinar pun
ditolaknya.
Orang kedua yang ditemui laki-laki itu adalah pemabuk.
Ketika si laki-laki menyodorkan uang 50 Dinar, sang pemabuk pun bertanya
apa maksud dari pemberian ini, “Mengapa engkau memberikan uang
sebanyak ini padaku padahal aku adalah seorang pemabuk yang suka
menghamburkan uang untuk membeli minuman keras?” laki-laki tersebut
menjawab, “Justru karena itulah aku ingin memberimu uang ini.” Ia lalu
menceritakan nadzar dan mimpinya.
Mendengar penuturan si
laki-laki, sang pemabuk pun lalu tersungkur lemas, bersujud dan tak
henti-hentinya ia mengucapkan kalimat istighfar (permohonan ampun). Uang
50 Dinar ia enggan menerimanya pula.
Orang
ketiga yang ditemuinya yaitu penjudi, ketika mendengar cerita laki-laki
itu juga lantas bertaubat dari kebiasaannya berjudi. Orang keempat
yaitu pendurhaka kepada kedua orangtua, begitu mendengar penuturan
laki-laki itu, sambil menangis keras segera menuju rumah orangtuanya
untuk meminta maaf kepada mereka. Baik orang ketiga juga orang keempat
menolak menerima uang 50 Dinar dari laki-laki tersebut.
Dengan
langkah kelelahan akhirnya si laki-laki menemukan rumah
saudara setan yang terakhir, yaitu seorang yang kikir lagi tamak. Dengan
napas terengah-engah, ia lalu mengetuk pintu rumah yang megah itu.
Dalam hati si laki-laki ada terbersit kekhawatiran, bahwa si kikir ini
akan menolak juga uang nadzar darinya seperti saudara-saudara setan yang
lain.
“Assalamu alaikum…!”
Tak lama si bakhil, sang pemilik
rumah, mengeluarkan kepalanya dari pintu tanpa menjawab salam sang
tamu. Tubuhnya tersembunyi, hanya kepalanya saja yang kelihatan. “Yah,
ada keperluan apa…?!
"Aku ingin memberimu uang 50 Dinar.”
Mendengar
kata-kata uang, si bakhil bin serakah ini langsung membuka pintu dan
segera menyambar kantung uang di tangan tamunya. “Mengapa engkau
memberiku uang sebanyak ini, apa kau pernah punya hutang padaku…?”
Lalu
tamunya itu menceritakan nadzar dan mimpinya serta pertemuannya dengan
pezina, pemabuk, penjudi dan orang yang durhaka pada orangtuanya.
Mendengar kisah ini, si kikir lagi serakah langsung saja mengulurkan
tangannya sambil berkata, “Kalau mereka tak mau terima uangnya, berikan
saja semua uang itu kepadaku..!”
Dengan mata terbelalak laki-laki
yang bernadzar itu menyerahkan uangnya dan beranjak dari rumah tersebut
seraya berkata, “Engkau benar-benar saudara kembarnya setan…!!”
Wallahu
a’lam |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar