Islam & Demokrasi Ibarat Air Dengan Minyak
Belakangan ini umat Islam tersulut perasaan iman dan kehormatannya setelah sejumlah orang-orang licik tak
bertanggungjawab mefilmkan sosok sakral di hatinya, Nabi Muhammad SAW.
Sam Bacile, pembuat film “Innocence of Muslim”, menggambarkan Nabi
Muhammad sebagai orang yang haus seks dan pengidap pedofilia. Setelah
kontroversi film, hinaan datang dari majalah Charlie Hebdo yang memuat
kartun Nabi Muhammad. Bahkan redaktur majalah tersebut berjanji akan
terus mengolok-olok Nabi Muhammad hingga suatu saat menjadi suatu yang
lumrah seperti diolok-oloknya Yesus atau Paus.
Sejauh ini, sudah hampir 50 orang tewas di seluruh Negara Muslim dalam
demo menentang penghinaan atas sosok Nabi. Setiap orang yang masih
berada dalam koridor iman wajar apabila marah dan tidak bisa menerima
begitu saja sikap yang sangat menyayat hati ini. Dengan dalih demokrasi,
kebebasan berekspresi, kebebasan mengeluarkan pendapat dan suara,
mereka mati-matian dengan gigih dan kuat pula membela sikap nyinyirnya.
Direktur Penerbit Imtiyaz Surabaya, Rijal Mumazziq Zionis, menulis dalam
akun Facebook-nya, “Di Stadion, jika kita meneriakkan suara monyet saat
Didier Drogba, Michael Essien dan Eric Abidal menggiring bola, kita
akan dihukum karena rasisme! Jika Youssi Benayun menggiring bola dan
kita teriakkan Fucking Jewish, kita ditangkap para Steward, diserahkan
ke polisi atas tuduhan anti-semit! Tapi jika memparodikan sosok suci
dalam sebuah agama, itu namanya “kebebasan berekspresi.””
Demokrasi telah menjadi dewa yang diagungkan. Dengannya, seseorang,
sekelompok, atau sebuah negara, boleh-boleh saja mencaci, memaki,
menjatuhkan harkat dan martabat. Atas namanya, kebenaran dan kebebasan
berekspresi telah termanipulasi.
Betapa demokrasi menjadi senjata ampuh untuk dapat menjatuhkan martabat
seorang tokoh dunia yang diakui jasanya dalam perdamaian dunia, tanpa
mau mendengar dan mengerti perasaan umatnya. Itulah demokrasi yang konon
menjadi sistem terbaik di dunia ini. Padahal, demokrasi merupakan
produk pemikiran manusia yang nisbi.
Demokrasi hanya menjadi hiasan bibir semata untuk kepentingan politik dan syahwat ekonomi segelintir negara.
Mereka berteriak demokrasi dengan suara lantang dan menggelegar saat
melihat kepentingannya terganggu. Tapi mereka diam seribu bahasa pada
saat mereka mengenyahkan umat Islam di Afghanistan, Iraq, Somalia,
Bosnia, atas nama demokrasi.
Mereka berkoar-berkoar dengan mulut berbusa bahwa Demokrasi menjamin
kesetaraan dan keadilan namun tidak menghargai keyakinan Muslimah dalam
mengenakan jilbab, sesuai kewajiban dari agamanya. Demokrasi
menginjak-injak fitrah manusia dengan melegalkan perkawinan sesama laki
dan perempuan, lokalisasi pelacuran, perjudian, dan mengahalalkan yang
haram atau mengharamkan yang halal.
Bagi negara Barat, demokrasi yang benar adalah demokrasi yang sesuai
penafsiran mereka. Karikatur Nabi boleh beredar dengan UU produk manusia
di Prancis, namun mereka dengan sigap menjerat setiap orang yang
menyoal masalah pembantaian orang Yahudi.
Demokrasi hanya ironi yang menjadi senjata untuk menerkam dan dan
menginjak-injak umat Islam. Kalangan penggiat demokarasi bersama-sama
dengan penganut sekularisme, liberalisme, dan neokomunisme, menjadikan
konsep demokrasi sebagai hammer untuk menggebuk umat Islam.
Bagi Habib Rizieq, Islam dan demokrasi seperti minyak dan air, bagai
langit dan bumi, dua hal yang tidak akan mungkin dapat disatukan.
Setidaknya ada 10 perbedaan paling prinsip antara sistem Islam dan
demokrasi, kata Habib Rizieq dalam karyanya Hancurkan "Liberalisme
Tegakkan Syariat Islam" (2011 : 153 -155).
Pertama, sistem Islam bersumber dari Allah Dzat yang Maha
Sempurna dan Maha Mengetahui apa yang terbaik buat hamba-Nya dan
keburukan yang bisa menimpanya.
Sementara sistem demokrasi tak lain merupakan produk karya manusia yang sangat lemah dan penuh dengan kesalahan dan kekurangan.
Kedua, demokrasi menjadikan meniscayakan suara terbanyak sebagai
hukum, adapun Islam meniscayakan pelaksanaan syariat Islam dengan
panduan Al-Qur`an dan Sunnah.
Ketiga, demokrasi memisahkan antara agama dan Negara sementara dalam Islam tidak ada pemisahan antara keduanya.
Keempat, standar kebenaran dalam Islam memakai patokan syariat,
beda dengan demokrasi yang menjadikan hawa nafsu manusia dan akal
pendeknya sebagai ukurannya.
Kelima, dalam Islam suara yang diambil sebagai pandangan dan
masukan lahir dari orang-orang pilihan yang memiliki integritas dan
moral bermutu, namun ia tetap menjadi suara manusia bukan suara Tuhan.
Dalam demokrasi, suara yang diambil bisa dari mana saja: pahlawan atau
pecundang, ulama atau preman, orang awam atau alim, suara mereka sama,
dan semuanya dianggap sebagai “suara tuhan.”
Keenam, sisitem demokrasi dapat melahirkan undang-undang
halalisasi perkara yang haram dan haramisasi hal yang halal. Beda halnya
dengan Islam yang tetap memastikan sesuatu yang haram dan halal tetap
berlaku sebagaimana mestinya.
Ketujuh, system telah teruji oleh sejarah sejak masa Nabi Adam,
sementara demokrasi baru muncul di abad 17 pasca Revolusi Prancis tahun
1789. Meski datang belakangan dan menjadi sistem yang dianggap paling
unggul saat ini, justeru demokrasi semakin menampakkan kelemahan,
ketidakadilan, dan kebobrokannya.
Kedelapan, jika ada persamaa antara sistem Islam dan demokrasi,
seperti diklaim oleh beberapa pihak, maka hal tersebut tak lain
merupakan imitasi dari sistem Islam, sebab system Islam semakin
menemukan bentuk sempurnanya di masa kenabian Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wassalam. dan bukan sebaliknya.
Kesembilan, sistem Islam menjadi sistem yang mengantarkan umat
kepada kebaikan dan kesejahteraan, seperti tertera dalam Al-Quran Surah
Ali Imran ayat 110. Bagaimana dengan demokrasi? Sampai detik ini tak
pernah berhasil menjadi sistem terbaik, malah makin terkuak bobrok dan
rusaknya.
Kesepuluh, menegakkan system kehidupan berlandaskan Islam
merupakan kewajiban agama, sehingga mendapat pahala dan berkah bagi yang
melaksanakannya, dan mendatangkan dosa dan murka bagi yang
meninggalkannya. Adapun demokrasi tidak termasuk dalam kewajiban agama,
bahkan bisa menjerumuskan kepada dosa dan mendatangkan bencana karena
banyaknya pertentangangan dengan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar