Menjawab salam
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa) Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu. [annisa’ : 86]
Syaikh Abu bakar Jabir Aljazairi berkata : ayat ini merupakan penguat akan sunnahnya mengucapkan salam dan wajibnya menjawabnya dengan yang lebih baik atau yang setara, sehingga bila ada yang mengucapkan assalaamu ‘alaikum maka kita menjawab wa ‘alaikumussalaam warohmatullooh, bila ada yang mengucapkan untuk kita assalaamu ‘alaikum warohmatulloh, maka kita membalasnya dengan wa ‘alaikumussalaam warohmatulloohi wabarokaatuh.
Berikut adalah fatwa-fatwa ulama seputar masalah penyingkatan kata:
Fatwa Syaikh Wasiyullah Abbas (Ulama Masjidil Haram, pengajar di Ummul Qura)
Soal:
Banyak orang yang menulis salam dengan menyingkatnya, seperti dalam
Bahasa Arab mereka menyingkatnya dengan wrwb. Dalam bahasa Inggris
mereka menyingkatnya dengan “ws wr wb” (dan dalam bahasa Indonesia
sering dengan “ass wr wb” – pent). Apa hukum masalah ini?
Jawab:
Tidak boleh untuk menyingkat salam secara umum dalam tulisan,
sebagaimana tidak boleh pula menyingkat shalawat dan salam atas Nabi
kita shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak boleh pula menyingkat yang
selain ini dalam pembicaraan. Diterjemahkan dari Fatwa Lajnah Ad-Daimah
(Dewan FatwaKerajaan Saudi Arabia)
Soal: Bolehkah menulis huruf SAW yang maksudnya shalawat (ucapan shallallahu ‘alaihi wasallam). Dan apa alasannya?
Jawab:
Yang disunnahkan adalah menulisnya secara lengkap –shallallahu ‘alaihi
wasallam- karena ini merupakan doa. Doa adalah bentuk ibadah, begitu
juga mengucapkan kalimat shalawat ini. Penyingkatan terhadap shalawat
dengan menggunakan huruf shad atau penyingkatan Salam dan Shalawat
(seperti SAW, penyingkatan dalam Bahasa Indonesia -pent) tidaklah
termasuk doa dan bukanlah ibadah, baik ini diucapkan maupun ditulis. Dan
juga karena penyingkatan yang demikian tidak pernah dilakukan oleh tiga
generasi awal Islam yang keutamaannya dipersaksikan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan
salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga serta para sahabat
beliau.
Dewan
Tetap untuk Penelitian Islam dan Fatwa Ketua: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ibn
Abdullaah Ibn Baaz;Anggota: Syaikh ‘Abdur-Razzaaq ‘Afifi;Anggota: Syaikh
‘Abdullaah Ibn Ghudayyaan;Anggota: Syaikh ‘Abdullaah Ibn Qu’ood
(Fataawa al-Lajnah ad-Daa.imah lil-Buhooth al-’Ilmiyyah wal-Iftaa., –
Volume 12, Halaman 208, Pertanyaan ke-3 dari Fatwa No.5069)
Diterjemahkan dari
fatwa-online.com/fataawa/miscellaneous/enjoiningthegood/0020919.htm
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah ditanya:
Soal:
Apa keutamaan bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam?
Bolehkah kita menyingkat ucapan shalawat tersebut dalam penulisan,
misalnya kita tulis Muhammad SAW dengan maksud singkatan dari salallahu
‘alaihi wassalam ?
Jawab:
“Mengucapkan shalawat untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
merupakan perkara yang disyariatkan. Di dalamnya terdapat faedah yang
banyak. Di antaranya menjalankan perintah Allah, menyepakati Allah
Subhanallahu Wa ta’ala dan para malaikat-Nya yang juga bershalawat untuk
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah
dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.”
(Al-Ahzab: 56)
Faedah
lainnya adalah melipat gandakan pahala orang yang bershalawat tersebut,
adanya harapan doanya terkabul, dan bershalawat merupakan sebab
diperolehnya berkah dan langgengnya kecintaan kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam. Sebagaimana bershalawat menjadi sebab
seorang hamba beroleh hidayah dan hidup hatinya. Semakin banyak
seseorang bershalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan
mengingat beliu, akan semakin kental pula kecintaan kepada beliau di
dalam hati. Sehingga tidak tersisa di hatinya penentangan terhadap
sesuatu pun dari perintahnya dan tidak pula keraguan terhadap apa yang
beliau sampaikan.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah memberikan anjuran untuk
mengucapkan shalawat atas beliau dalam beberapa hadits. Di antaranya
hadits yang diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya dari Abu
Hurairah Radhiallahuanhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Siapa yang bershalawat untukku satu kali maka Allah
akan bershalawat untuknya sepuluh kali.” Dari hadits Abu Hurairah
radhiallahu anhu juga, disebutkan bahwa Rasululah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian
seperti kuburan (Dengan tidak dikerjakan shalat sunnah di dalamnya,
demikian pula Al-Qur’an tidak dibaca di dalamnya. (-pent.)) dan jangan
kalian jadikan kuburanku sebagai id (tempat kumpul-kumpul -pent).
Bershalawatlah untukku karena shalawat kalian sampai kepadaku di mana
pun kalian berada.” [Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud,
dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud]
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah pula bersabda: “Terhinalah seorang
yang aku (namaku) disebut disisinya namun ia tidak mau bershalawat
untukku.” [HR. At-Tirmidzi, kata Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul
Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, “Hadits hasan gharib.”]
Bershalawat
untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disyariatkan dalam tasyahhud
shalat, dalam khutbah, saat berdoa serta beristighfar. Demikian pula
setelah adzan, ketika keluar serta masuk masjid, ketika mendengar nama
beliau disebut, dan sebagainya. Perkaranya lebih ditekankan ketika
menulis nama beliau dalam kitab, karya tulis, risalah, makalah, atau
yang semisalnya berdasarkan dalil yang telah lewat. Ucapan shalawat ini
disyariatkan untuk ditulis secara lengkap/sempurna dalam rangka
menjalankan perintah Allah Azza wa Jalla kepada kita dan agar pembaca
mengingat untuk bershalawat ketika melewati tulisan shalawat tersebut.
Tidak sepantasnya lafazh shalawat tersebut ditulis dengan singkatan
misalnya shad ataupun singkatan-singkatan yang serupa dengannya, yang
terkadang digunakan oleh sebagian penulis dan penyusun. Hal ini jelas
menyelisihi perintah Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya: “…
bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.” Dan juga
dengan menyingkat tulisan shalawat tidak akan sempurna maksudnya serta
tidak diperoleh keutamaan sebagaimana bila menuliskannya secara
sempurna. Terkadang pembaca tidak perhatian dengan singkatan tersebut
atau tidak paham maksudnya.
Menyingkat
lafazh shalawat ini dibenci oleh para ulama dan mereka memberikan
peringatan akan hal ini. Ibnu Shalah dalam kitabnya ‘Ulumul Hadits yang
lebih dikenal dengan Muqqadimah Ibnish Shalah mengatakan, “(Seorang yang
belajar hadits ataupun ahlul hadits) hendaknya memerhatikan penulisan
shalawat dan salam untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila
melewatinya. Janganlah ia bosan menulisnya secara lengkap ketika
berulang menyebut Rasulullah.” Ibnu Shalah juga berkata, “Hendaklah ia
menjauhi dua kekurangan dalam penyebutan shalawat tersebut: Pertama, ia
menuliskan lafazh shalawat dengan kurang, hanya meringkasnya dalam dua
huruf atau semisalnya. Kedua, ia menuliskannya dengan makna yang kurang,
misalnya ia tidak menuliskan wassalam.
Al-‘Allamah
As-Sakhawi dalam kitabnya Fathul Mughits Syarhu Alfiyatil Hadits lil
‘Iraqi, menyatakan, “Jauhilah wahai penulis, menuliskan shalawat dengan
singkatan, dengan engkau menyingkatnya menjadi dua huruf dan semisalnya,
sehingga bentuknya kurang. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang
jahil dari kalangan ajam (non Arab) secara umum dan penuntut ilmu yang
awam. Mereka singkat lafazh shalawat dengan saw dan shad, Karena
penulisannya kurang, berarti pahalanya pun kurang, berbeda dengan orang
yang menuliskannya secara lengkap.
As-Suyuthi
berkata dalam kitabnya Tadribur Rawi fi Syarhi Taqrib An-Nawawi,
mengatakan, “Dibenci menyingkat shalawat dan salam dalam penulisan, baik
dengan satu atau dua huruf seperti menulisnya dengan slm3, bahkan
semestinya ditulis secara lengkap.” Inilah wasiat saya kepada setiap
muslim dan pembaca juga penulis, agar mereka mencari yang utama atau
afdhal, mencari yang di dalamnya ada tambahan pahala dan ganjaran, serta
menjauhi perkara yang dapat membatalkan atau menguranginya.”
Berikut
ucapan salam dan keutamaannya yg telah dicontohkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam: “Telah datang seorang lelaki kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wassalam dan berkata, ‘Assalamualaikum’. Maka
Rasulullah menjawab salam kemudian dia duduk. Maka Rasulullah berkata
sepuluh pahala kemudian datang yang lain memberi salam dengan berkata
‘Assalamualaikum warahmatullah’, lalu Rasulullah menjawab salam tadi,
dan berkata dua puluh pahala. Kemudian datang yang ketiga terus berkata
‘Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh’. Rasulullah pun menjawab
salam tadi dan terus duduk, maka Rasulullah berkata tiga puluh pahala.
(Hadits Hasan : Riwayat Abu Daud Tarmizi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar