Keberkahan Bumi Palestina
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam 
dari al Masjidil Haram ke al Masjidil Aqshaa`yang telah Kami berkahi 
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda 
kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha 
Melihat. "[al Israa`/17:1]
Keutamaan Surat Al-Isro
Surat yang mulia ini adalah makkiyah. 
Al Imam al Qurthubi rahimahullah berkata,"Surat ini adalah makkiyah, 
kecuali tiga ayat…," kemudian beliau menyebutkan ke tiga ayat tersebut, 
yaitu ayat 60, 76, dan 80. Lihat Tafsir al Qurthubi (10/180).
Adapun al Imam Ibnul Jauzi rahimahullah, beliau berkata,"Surat ini 
adalah makkiyah menurut pendapat sebagian besar ulama. Namun sebagian 
mereka ada yang berkata, di dalam surat ini terdapat ayat-ayat 
madaniyah. Telah diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhu, 
beliau berkata, surat ini makkiyah kecuali delapan ayat…," kemudian 
beliau menyebutkan beberapa ayat tersebut, di antaranya ayat 60, 73, 74,
 75, 76, 80, dan 107. Lihat Zaadul Masir (5/3). Lihat pula al Isti'ab fi
 Bayanil Asbab (2/436).
Berkaitan dengan keutamaan surat ini, terdapat hadits shahih yang 
menerangkannya. Dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anha, beliau berkata:
كَانَ النَّبِيُّ n لاَ يَنَامُ عَلَى فِرَاشِهِ حَتَّى يَقْرَأَ (بَنِي إِسْرَائِيْلَ) وَ(الزُّمَر).
"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak tidur di atas ranjangnya sampai beliau membaca surat Bani Israil dan az Zumar". 
'Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu juga pernah berkata tentang 
keutamaan surat Bani Israil, al Kahfi, Maryam, Thaha, dan al Anbiyaa`:
إِنَّهُنَّ مِنَ العِتَاقِ الأُوَلِ، وَهُنَّ مِنْ تِلاَدِيْ
"Sesungguhnya surat-surat itu termasuk yang pertama kali diturunkan di 
Mekkah, dan surat-surat itu termasuk yang sudah lama dan yang pertama 
kali aku pelajari".
Penjelasan Ayat
سبحن الذى أسرى بعبده ليلأ
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam. 
Kata Subhana, mengawali ayat pertama dari surat al Israa`, yang maknanya
 menurut ulama, tujuannya sebagai tanzih (pensucian Allah dari segala 
kekurangan).
Ayat ini, seperti diungkapkan oleh Imam Ibnu Jarir ath Thabari berfungsi
 : “Sebagai tanzihan (pensucian) bagi Dzat yang memperjalankan hambaNya 
di malam hari, dan untuk membersihkan dari ucapan-ucapan kaum musyrikin,
 bahwa Allah mempunyai sekutu dalam hal penciptaan, memiliki isteri dan 
anak. Penyebutan ini (pensucian) sebagai bentuk peninggian Allah dan 
pengagungan bagiNya dari penyematan yang mereka lakukan bagi Allah, 
serta yang mereka nisbatkan kepadaNya, yang muncul dari kebodohan dan 
kekeliruan dari perkataan mereka”.
Sementara itu, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan : “Allah sedang 
memuliakan dan mengagungkan diriNya sendiri, karena kekuasaanNya untuk 
berbuat hal-hal yang tidak mampu dikerjakan oleh siapapun selainNya. 
Tidak ada Ilah dan tiada Rabb selainNya”.
Syaikh ‘Abdur Rahman as Sa’di berkata,”Allah memuliakan dan mengagungkan
 DzatNya yang suci. Sebab, Allah mempunyai perbuatan-perbuatan yang 
agung dan karunia-karunia yang besar, di antaranya memperjalankan 
hambaNya dan RasulNya (Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ) dari 
Masjidil Haram, yang merupakan masjid paling mulia secara mutlak, menuju
 Masjidil Aqsha, yang termasuk masjid-masjid yang utama, tempat para 
nabi”.
Sedangkan Ibnul Jauzi rahimahullah, memaknai arti kata tasbih (subhana) dalam ayat ini, mengandung dua makna. 
Pertama : Bangsa Arab, jika berhadapan dengan perkara yang 
mencengangkan, mereka mengucapkan tasbih saat itu juga. Seolah-olah, (di
 sini) Allah ingin menjadikan para hamba mengagumi kenikmatan yang 
dicurahkan Allah kepada RasulNya (berupa Isra` Mi’raj).
Kedua : Bentuk ini dipakai untuk membantah mereka (kaum Arab). Sebab, 
ketika Nabi menceritakan kisah Israa`nya, mereka mendustakannya. 
Sehingga makna ayat ini menjadi Maha Suci Allah, yang tak mungkin 
mengangkat seorang rasul yang berdusta. 
Berdasarkan zhahir ayat ini, perjalanan tersebut terjadi pada awal 
malam, dengan jasad dan ruh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa 
sallam.
Imam ath Thabari mengatakan : “Tidaklah benar jika seseorang berpendapat
 beliau menempuh perjalanan Israa` dengan ruhnya saja, tanpa disertai 
jasad. Sebab, jika demikian (hanya dengan ruh saja), maka (peristiwa 
itu) tidak menjadi petunjuk tentang kenabian beliau, dan tidak ada 
hujjah bagi risalah beliau. Sesungguhnya Allah mengabarkan dalam 
kitabnya, bahwa Dia memperjalankan hambaNya pada malam hari, bukan 
memperjalankan ruh hambaNya. Tidak boleh (bagi kita) melampaui batas 
yang telah difirmankan Allah, (mengalihkannya) kepada keterangan 
lain…dst.”
Ibnu Abil ‘Izzi mengatakan : “Di antara bukti penguat bahwa peristiwa 
Israa` (dan Mi’raj) dengan jasad Nabi Muhammad, bahwa kata al ‘abdu 
(pada ayat), merupakan rangkaian jasad dan ruh, sebagaimana kata al 
insan (manusia) terdiri dari jasad dan ruh. Ini yang dipahami secara 
mutlak, dan merupakan pendapat yang shahih. Jadi, peristiwa Israa` 
terjadi dengan jasad dan ruh. Dan secara logika, tidak mustahil. Jika 
boleh disebut mustahil naiknya seorang manusia ke atas langit, 
konsekwensinya, turunnya malaikat juga demikian, boleh dianggap 
mustahil. Akibatnya pemahaman seperti ini dapat menyeret kepada 
kekufuran kepada nabi, yang merupakan bentuk kekufuran”.
من المسجد الحرام
(dari al Masjidil Haram).
Masjidil Haram , yang terletak di Mekkah. Sebuah masjid yang sudah 
dikenal oleh orang-orang bila mereka mendengarnya, dan merupakan masjid 
paling utama, berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , Nabi 
bersabda: 
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ أَوْ كَأَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ 
"Shalat di masjidku ini seribu kali lebih utama dari shalat di tempat 
lainnya, kecuali Masjidil Haram". [HR al Bukhari, 1/398 no. 1133; 
Muslim, 2/1012 no. 1394; dan lain-lain] 
ألى المسجد الأ قصا
(ke al Masjidil Aqshaa`), yaitu Baitul Maqdis. 
Disebut sebagai al Aqshaa` (yang paling jauh), lantaran jauhnya jarak 
dengan Masjidil Haram. Merupakan masjid terjauh di bumi ini bagi 
penduduk Mekkah, yang diagungkan dengan mengunjunginya.
Kalau ada yang melontarkan pertanyaan, apakah hikmah perjalanan malam (Israa`) ke Baitul Maqdis terlebih dahulu?
Maka jawabannya, -wallahu a’lam– ini sebagai bukti untuk membenarkan 
pengakuan Nabi tentang mi’raj. Yakni ketika kaum Quraisy menanyakan 
ciri-ciri Baitul Maqdis kepada beliau. Ditambah lagi, untuk 
memberitahukan kepada mereka tentang orang-orang yang beliau lewati 
dalam perjalanan. Apabila keberangkatan mi’raj beliau (langsung) dari 
Mekkah, maka penjelasan itu tidak bisa beliau lakukan. Sebab, mereka 
tidak mungkin mengetahui hal-hal yang ada di langit, kalau beliau 
memberitahukannya kepada mereka. Sementara mereka pernah menyaksikan 
Baitul Maqdis, sehingga beliau pun mampu memberitahukan bentuknya. 
الذى بر كنا حوله
(yang telah Kami berkahi sekelilingnya), artinya, yang telah Kami 
tetapkan berkah di sekelilingnya bagi penduduknya, dalam hal mata 
pencahariannya, makanan pokoknya, hasil pertanian dan tanaman-tanamannya . Juga dengan banyaknya tanaman, sungai dan kesuburan yang tiada 
putus. 
لنر يه من ءايتنا
(agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami).
Imam al Qurthubi memberikan penjelasan, bahwa ini merupakan tanda-tanda 
(kekuasaan) yang Allah perlihatkan, berupa kejadian-kejadian 
menakjubkan, yang Rasulullah beritakan kepada orang-orang, mengenai 
perjalanan Isra`nya dari Mekah menuju Masjidil Aqshaa` dalam satu malam.
 Yang semestinya biasa ditempuh dalam satu bulan perjalanan. Termasuk 
juga proses Mi’raj yang beliau alami disertai kemampuan menjelaskan 
keadaan para nabi satu-persatu, seperti terdapat dalam riwayat Shahih 
Muslim dan kitab lainnya”
Adapun menurut penjelasan Imam ath Thabari: “(Kejadian-kejadian ini 
merupakan) pelajaran, dalil dan hujjah-hujjah Kami. Yaitu seperti 
tercantum dalam riwayat-riwayat yang beliau saksikan di tengah 
perjalanan menuju Baitul Maqdis, dan (juga) setelah pulang dari 
sana”.
أنه هو السميع البصير
(Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat).
Penutup pada ayat ini, menetapkan dua nama Allah, yang berkorelasi 
dengan fakta-fakta di tengah masyarakat Quraisy dalam menyikapi kisah 
Israa’ dan Mi’raj, yang terbelah menjadi dua, yaitu yang membenarkan, 
dan yang mendustakan.
Imam ath Thabari berkata,”Sesungguhnya Dzat yang memperjalankan hambaNya
 pada malam hari, Dia Maha Mendengar ucapan kaum musyrikin. (Dia) Maha 
Mengetahui segala tindak-tanduk yang mereka kerjakan. Tidak ada sedikit 
pun yang tersembunyi. Juga tidak ada sesuatu pun yang luput dariNya. 
Allah meliputi segalanya dengan ilmuNya”. Ibnu Katsir menambahkan, makna
 untuk penggalan terakhir ayat ini dengan : “Sehingga nantinya, akan 
mendapatkan balasan sesuai dengan amalannya di dunia dan akhirat”. 
Keberkahan Negri Palestina(Syam) dan Sekitarnya
Al barakah, berarti utuhnya kebaikan dalam sesuatu obyek, disertai 
mengalami pertambahan. Keberkahan, hanya diketahui muncul dari Dzat yang
 memiliki dan mampu menampakkannya. Dia-lah Allah, Dzat yang menurunkan 
barakah dan menetapkannya.
Allah telah menetapkan keberkahan bagi wilayah Syam. Dalil tentang 
penyebutan wilayah Syam sebagai bumi yang berkah banyak disebutkan dalam
 al Qur`an maupun as Sunnah. Wilayah ini, sebagaimana pemetaan pada masa
 lampau, meliputi Libanon, Syiria, Yordania dan Palestina. 
Dahulu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjadikan keberkahan 
Syam yang disebutkan oleh dalil-dalil, sebagai sarana untuk mendorong 
kaum Muslimin agar tetap menghuni Damaskus, tidak lari ke Mesir. Yaitu 
dengan melawan bangsa Tatar yang berusaha masuk untuk menaklukan 
Damaskus. 
Keberkahan Negri Palestina dalam Al-Quran
Selain ayat pertama surat al Israa` di atas, tidak kurang lima ayat yang menetapkan keberkahan bagi Syam. Di antaranya: 
"Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah 
memberkahinya untuk sekalian manusia". [al Anbiyaa`/21:71]
Ibnu Katsir berkata,”Allah memberitahukan tentang Ibrahim yang 
diselamatkan dari api buatan kaumnya, dan membebaskannya dari mereka 
dengan berhijrah ke Negeri Syam – tanah suci”. 
Allah berfirman : 
"Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang 
tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah 
memberkatinya. Dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu". [al 
Anbiyaa`/21:81].
"Dan kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami 
limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami 
tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah 
kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman". 
[Sabaa`/34:18]. 
Pada penjelasan ayat telah disinggung secara sepintas tentang keberkahan
 tersebut. Dan lebih lanjut, di antara keberkahan Syam juga disebutkan 
dalam as Sunnah. 
1. Syam Merupakan Tempat Para Nabi.
Syam menjadi tempat tinggal banyak nabi. Dari Nabi Ibrahim, yang hijrah 
ke Syam, Nabi Luth, Nabi Ya’qub, Nabi Musa, Nabi Isa, dan lainnya. Dan 
akhirnya, Allah menjadikannya sebagai milik umat Muhammad setelah bangsa
 Yahudi menempuh jalan kesesatan. 
2. Perintah Nabi Untuk Bermukim Di Syam.
Imam al Mundziri di dalam at Targhib wat Tarhib menuliskan, bab anjuran untuk bermukim di Syam, dan tentang keutamaan Syam.
Dari Watsilah bin al Asqaa`, berkata: Aku mendengar Rasulullah berkata 
kepada Hudzaifah bin al Yaman dan Mu’adz bin Jabal yang sedang meminta 
pendapat beliau tentang tempat tinggal. Maka, beliau mengisyaratkan ke 
arah Syam. Mereka berdua kembali bertanya kepada beliau. (Dan) beliau 
mengisyaratkan ke arah Syam. Beliau bersabda: 
عَلَيْكُمْ بِالشَّامِ فَإنَّهَا صَفْوَةُ بِلَادِ اللهِ يَسْكُنُهَا خِيرَتُهُ مِنْ خَلْقِهِ..
"Beradalah kalian di Syam. Sesungguhnya ia merupakan negeri pilihan Allah, dihuni oleh makhluk pilihanNya" 
Para ulama juga telah terbiasa merekomendasi untuk bermukim di Syam, 
sesuai petunjuk Rasulullah. Ketika ‘Atha al Khurasani berniat pindah 
tempat tinggal, ia meminta pendapat para ulama yang ada di Mekkah, 
Madinah, Kufah dan Bashrah serta Khurasan. 
‘Atha al Khurasani berkata kepada para ulama tersebut : “Menurut pendapatmu, kemana saya mesti pindah dengan keluarga?”
Masing-masing menjawab: “Berangkatlah ke Syam”. 
3. Malaikat Membentangkan Sayap Bagi Penduduk Syam.
Dari Zaid bin Tsabit, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 
طُوبَى لِلشَّامِ فَقُلْنَا لِأَيٍّ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ 
لِأَنَّ مَلَائِكَةَ الرَّحْمَنِ بَاسِطَةٌ أَجْنِحَتَهَا عَلَيْهَا 
“Keberuntungan bagi penduduk Syam,” maka kami bertanya : “Karena apa, 
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,”Karena para malaikat membentangkan 
sayap-sayapnya kepada mereka (penduduk Syam)”. 
4. Tempat Keberadaan Thaifah Manshurah.
لَا يَزَالُ أَهْلُ الْغَرْبِ ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
"Penduduk Gharb (yang berada di arah Barat) akan senantiasa menegakkan 
kebenaran sampai Kiamat datang". [HR Muslim 13/68, Nawawi]. 
Imam Ahmad berkata,”Ahli Gharb adalah penduduk Syam.” Dan jawaban ini 
disepakati oleh Ibnu Taimiyah dalam Manaqibisy-Syam wa Ahlihi, halaman 
76-77.
5. ‘Asqalan, Merupakan Tempat Penjagaan Penting.
Ath Thabrani meriwayatkan dalam al Mu’jamul Kabir, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Rasulullah bersabda : 
أَوَّلُ هَذَا الْاَمْرِ نُبُوَّةٌ وَ رَحْمَةٌ ثُمَّ يَكُوْنُ خِلَافَةٌ 
ثُمَّ يَكُوْنُ مُلْكاً وَرَحْمَةٌ ثُمَّ يَتَكَادَمُونَ عَلَيْهِ 
َتكَادُمُ الْحُمُرِ. فَعَلَيْكُمْ بِالْجِهَادِ, وَإِنَّ أَفْضَلَ 
جِهَادِكُمْ الرِّبَاطُ, وَإِنَّ أَفْضَلَ رِِبَاطكُمْ عَسْقَلَانُ
"Permulaan dari perkara ini (Islam) adalah kenabian dan rahmat. 
Berikutnya tegaknya khilafah dan rahmat. Selanjutnya muncul kerajaan dan
 rahmat. Kemudian, orang-orang memperebutkannya, seperti kuda-kuda yang 
berebut. Maka, kewajiban kalian untuk berjihad. Sesungguhnya sebaik-baik
 jihad adalah ribath. Sebaik-baik tempat ribath adalah Asqalan". [Ash 
Shahihah, 3270]. 
‘Asqalan telah dikenal sejak dahulu. Menempati tempat strategis di bibir
 pantai, ramai dengan perdagangan. Palestina tidak pernah ditaklukkan, 
kecuali diawali dengan penaklukkan ‘Asqalan.
6. Cahaya Iman Memancar Dari Syam Saat Fitnah Berkecamuk.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata : Rasulullah bersabda : 
إِنِّيْ رَأَيْتُ كَأَنَّ عَمُوْدَ الْكِتَابِ انْتُزِعَ مِنْ تَحْتِ 
وِسَادَتِيْ, فَأَتْبَعْتُهُ بَصَرِيْ. فَإِذَاهُوَ نُورٌ سَاطِعٌ عُمِدَ 
إلَى الشَّامِ ألَا وَإنَّ الْإيْمَانَ إذَا وَقَعَتْ الْفِتَنُ بِالشَّامِ
 
"Sesungguhnya saya melihat seakan-akan tonggak al Kitab telah tercabut 
dari bawah bantalku. Maka, aku mengikutinya dengan pandanganku. 
Tiba-tiba terdapat cahaya terang-benderang yang mengarah menuju Syam. 
Ketahuilah, sesungguhnya iman, apabila telah terjadi beragam fitnah, 
berada di Syam". [Shahihut-Targhib wat-Tarhib, no. 3092]. 
Al ‘Izz bin Abdis Salam rahimahullah berkata,”Rasulullah mengabarkan, 
bahwa tiang Islam, yaitu iman, pada saat terjadinya fitnah-fitnah, 
berada di Syam. Artinya, apabila fitnah-fitnah yang muncul telah 
mengancam agama Islam, maka penduduk Syam berlepas diri darinya. Mereka 
tetap istiqamah di atas iman. Jika muncul (fitnah yang) tidak mengancam 
agama, maka penduduk Syam mengamalkan konsekwensi iman. Apakah ada 
sanjungan yang lebih sempurna dari itu?”
Demikianlah, keberkahan tanah Palestina dan sekitarnya. Oleh karena itu 
Syaikh Salim bin ‘Id al Hilali menjelaskan, bahwa kewajiban (kepada 
penduduk) Syam yang telah Allah berikan karunia dengan 
keutamaan-keutamaan ini, untuk melenyapkan noda-noda, kotoran-kotoran 
dan kekeruhannya. Sebagai upaya persiapan menyambut cahaya Islam (yang 
termuat dalam hadits-hadits) yang akan menguasai tanahnya. Meskipun 
orang-orang jahat membencinya.
Salman al Farisi Radhiyallahu 'anhu berkata :
إِنَّ الْأَرْضَ لَا تُقَدِّسُ أَحَدًا وَإِنَّمَا يُقَدِّسُ الْإِنْسَانَ عَمَلُهُ
"Sesungguhnya tanah suci tidak mensucikan siapapun. Yang mensucikan manusia adalah amalannya". [Riwayat Imam Malik, 2/796]. 
Allahu Akbar, Ternyata Allah Azza wa Jalla memberikan keberkahan di dalam dan di luar Palestina. Semoga kita semua menjadi orang yang bersyukur
Washalallahu ‘ala nabiyina Muhammad wa ‘ala alihi wa ash-habihi ajma’in.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar