Keutamaan Surat Al-'Ashr
« وَالْعَصْرِ »
"Demi masa". Al Ashr, menurut pendapat yang terkuat adalah ad dahr atau
az-zaman (masa). Mengapa bersumpah dengan waktu? Allah bersumpah dengan
(demi) waktu karena nilai urgensitasnya. Dalam (masalah) waktu, manusia
terbagi menjadi dua keadaan: (yang) merugi dan beruntung.
Barangsiapa (yang) menghabiskan waktunya untuk perbuatan sia-sia dan
kebatilan, untuk hal-hal yang kufur dan maksiat, maka ia merugi. Namun,
jika ia menggunakan waktunya untuk ketaatan, belajar ilmu agama, dakwah
amar ma’ruf nahi munkar, untuk jihad melawan musuh-musuh Allah, maka ia
beruntung, dengan menghuni surga Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebab,
manusia tidak diciptakan dengan sia-sia. Allah menciptakan manusia untuk
tujuan yang agung, yang menjadi tonggak penegakan langit dan
penghamparan bumi. Allah berfirman (artinya): "Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak
menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi
rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh". [Adz Dzariyat :
56-58].
Allah mengutus para nabi dan menurunkan kitab suci agar tidak ada yang
disembah kecuali hanya Allah, dan agar Allah tidak disembah kecuali
sesuai dengan tuntunan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi,
yang pertama ialah memurnikan agama untuk Allah. Dan kedua memurnikan
mutaba’ah (sikap meneladani) hanya kepada Rasulullah. Kedua hal inilah
yang menjadi konsekuensi dari firman Allah:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada Rabb-nya". [Al-Kahfi : 110].
Karena itu, langit dan bumi tegak di atas dua pilar: 1) Tidak ada yang
disembah, kecuali hanya Allah, dan 2) mengikuti Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam secara lahir dan batin.
Inilah konsekuensi dua kalimat syahadat, yang berarti tidak ada yang
berhak disembah di alam semesta ini kecuali hanya Allah. Dan tidak ada
yang diikuti secara benar kecuali Rasulullah. Barangsiapa yang tidak
menyembah Allah dan tidak mengikuti Rasulullah, atau menyembah Allah
tetapi tidak mengikuti Rasulullah, maka ia merugi selama-lamanya.
Allah bersumpah dengan waktu lantaran keagungan fungsionalnya. Allah
Subhanahu wa Ta'ala menciptakan langit dan bumi dalam enam hari. Padahal
Allah berkuasa menciptakannya dalam sekejap dengan cukup mengatakan:
كُنْ (jadilah). Akan tetapi, Allah ingin memberikan satu teladan dan
ketentuan hukum dalam hidup ini. Yaitu agar kita beraktifitas dengan
mengoptimalkan waktu. Jika seseorang berkeinginan kuat mempertahankan
nyawa dan cahaya matanya, maka ia harus lebih kuat keinginannya dalam
memanfaatkan waktunya. Sebab, waktu adalah kehidupan. Ia lebih mahal
dari harta. Mereka mengatakan, waktu adalah emas. Yang benar, waktu
lebih mahal dari emas. Waktu adalah umur. Modal kita adalah nafas. Nafas
yang telah dihembuskan tidak dapat kembali lagi. Engkau adalah rangkain
untaian nafas. Jika nafas-nafas itu habis, maka tamatlah riwayat
kehidupanmu.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengajarkan tentang kewajiban
mengoptimalkan waktu meskipun pada hembusan nafas yang terakhir. Rasul
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tuntunlah orang yang mau
meninggal di antara kamu untuk mengucapkan لااله الاالله , sebab orang
yang akhir ucapannya لااله الاالله pasti masuk surga”.
Berapa waktu yang dibutuhkan untuk mengucapkan kalimat tauhid ini?
Sungguh, dapat diucapkan dalam hitungan detik. Perhatikanlah, betapa
beruntungnya orang yang memanfaatkan beberapa detik saja dari waktunya.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm menjelaskan pentingnya bekerja dan
beramal, dan buruknya berpangku tangan atau bermalas-malasan. Beliau
selalu memohon perlindungan kepada Allah dari penyakit malas yang
mematikan ini. Rasulullah bersabda: “Apabila terjadi Kiamat, sementara
di tangan salah seorang kalian ada biji kurma (atau tunas pisang), maka
tanamlah”.
Orang yang melihat matahari terbit dari barat masih diperintahkan untuk
bercocok tanam dan beramal. Karena itu, mencari ilmu adalah kewajiban
yang tidak mengenal batas akhir. Adapun hadits “mencari ilmu itu sejak
berada di ayunan ibu hingga masuk liang lahat” dan hadits “carilah ilmu
walau di negeri Cina”, keduanya adalah dhaif (lemah).
Cukuplah bagi kita hadits shahih ini untuk merangsang semangat mencari
ilmu : "Barangsiapa menempuh satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya
Allah memudahkan baginya jalan masuk surga. Para malaikat itu
membentangkan sayapnya untuk orang yang mencari ilmu karena ridha dengan
apa yang ia cari. Sesungguhnya orang alim itu dimintakan ampunan oleh
penduduk langit dan penduduk bumi, hingga ikan yang ada di dalam air".
[HR Abu Dawud, Ibn Majah, Ibn Hibban, hadits ini shahih].
Umur umat Islam ini pendek, akan tetapi amalannya banyak dan pahalanya
dilipatgandakan. Nabi Nuh Alaihissallam selama 950 tahun berdakwah
menyerukan tauhid (dan) kita tidak mengetahui berapa lama dia hidup
sebelum dan sesudah itu, tetapi amalan dan pahala mereka sedikit.
Sementara umat ini, yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa
salalm bahwa usia umatku antara 60 dan 70 tahun, sedikit sekali yang
melebihi batas itu. Akan tetapi pahalanya dilipatgandakan.
Perhatikanlah, misalnya lailatur qadar yang pahalanya -barangsiapa
melaksanakan ibadah pada malam itu- maka pahalanya sama dengan beramal
selama 83 tahun. Bagaimana jika dia beramal selama 10 kali lailatur
qadar? Tentu nilainya sama dengan 830 tahun. Dan kalau 20 kali, maka
sama dengan 1660 tahun. Maka, seolah-olah kalian telah mengungguli Nuh
Alaihissallam. Lalu bagaimana lagi jika melakukan haji, umrah, jihad,
dan sebagainya?
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Allah bersumpah demi masa.
Kesempatan di dunia adalah ladang amal bagi akhirat; akan beruntung
orang yang untung, dan merugilah orang yang rugi.
(Perhatikanlah!), tujuan hidup di dunia ini untuk menanam kebaikan dan
amal shalih yang dapat dipetik buahnya di akhirat. Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda : "Allah telah memutus udzur orang yang
dipanjangkan usianya hingga 60 tahun". Artinya dia tidak lagi memiliki
alasan lagi untuk membela diri di hadapan Allah.
Kalian sekarang berada pada masa muda, masa kuat, masa produktif dan
beramal. Islam dimenangkan melalui tangan anak-anak muda. Mereka adalah
tulang punggung umat, aliran darah yang dipacu di dalam tubuh umat.
Sehingga syetan sangat berambisi menjauhkan para pemuda dari agama Allah
ini. Syetan mengendus-endus hati pemuda. Jika ia mendapatinya pemalas,
maka syetan menyeretnya agar menjadi sampah masyarakat dan perusak
kehidupan. Akan tetapi, bila melihatnya cinta agama, maka syetan
menipunya agar melampaui batas dalam beragama, sehingga ia hidup dalam
bid’ah yang merusak agama.
Semua manusia berada dalam kerugian yang besar, kecuali orang-orang yang
memiliki empat sifat, sehingga dapat keluar dari kerugian menuju
keberuntungan.
1. Iman. Ini Adalah firman Allah « إلاالذين أمنوا ».
Iman menurut bahasa berarti iqrar (pengakuan). Yaitu mengikrarkan لااله
الاالله dengan lisan dan meyakininya dalam hatinya. Jadi harus
membenarkan dengan hati dan menyatakan dengan lisan, tidak cukup
pembenaran saja. Orang yang tidak dapat mengungkapkannya dengan lisan,
boleh dengan isyarat, sebab, menurut kaidah bahasa dan syara’ (agama),
hal itu termasuk kalam (ucapan) –misalnya dalam riwayat "Tanyakanlah
kepada anak kecil ini". Mereka berkata: "Bagaimana mungkin dia
berbicara?" Jadi mereka memahami isyaratnya dan memahami apa yang ia
maksudkan-.
Seandainya pembenaran (tashdiq) saja cukup, tentu Abu Thalib adalah
mukmin, sebab hatinya membenarkan. Akan tetapi, hal itu tidak
memasukkannya ke dalam kaum muslimin. Abu Thalib menyatakan: "Saya
mengetahui bahwa agama Muhammad adalah sebaik-baik agama. Seandainya
bukan karena takut cemoohan dan cacian, tentu aku telah menerimanya".
Sebelum meninggalnya, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata
kepadanya : "Hai, Paman! Ucapkanlah satu kalimat, yang dengannya aku
akan membelamu di hadapan Allah". Ternyata Abu Jahal dan kawan-kawannya
mencegah dan melarangnya dengan mengatakan: "Apakah engkau akan
meninggalkan agama bapakmu?" Sehingga akhir ucapan Abu Thalib adalah
"Dia tetap berada di atas agama Abdil Muththalib".
Secara syar’i, definisi iman menurut Ahlu Sunnah adalah iqrar dengan
lisan, tashdiq dengan hati dan amal dengan anggota badan, bertambah
karena taat dan berkurang karena maksiat. Amal shalih adalah bagian yang
tak terpisahkan dari iman. Mereka, ahli sunnah tidak mengesampingkan
amal dari lingkaran iman sebagaimana yang diyakini kaum Murji’ah. Dalam
kacamata mereka, iman makhluk yang paling bertaqwa –misalnya Jibril-
adalah sama dengan iman orang yang paling fasik. Asumsi mereka (ialah),
“sebagaimana halnya ketaatan tidak berguna di hadapan kekufuran, maka
begitu pula maksiat, tidak membahayakan keimanan”.
Para sahabat, para tabi’in, para ahli hadits, imam madzhab empat dan
ulama hingga hari Kiamat, mengatakan bahwa iman bertambah dan berkurang.
Antara yang satu dengan lainnya, masing-masing berbeda tingkatan
keimanannya, sesuai dengan tingkat perbedaan ketakwaan dan amal
shalihnya. Allah berfirman:
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَءَاتَاهُمْ تَقْوَاهُم ْ
"Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada
mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya". [Muhammad :
17].
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ
لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
"Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang
mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang
telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". [Al-Fath : 4].
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, (artinya): "Tidak akan
berzina orang yang berzina itu, ketika ia berzina dalam keadaan mukmin.
Tidak akan mencuri orang yang mencuri, saat ia mencuri dalam keadaan
mukmin".
Sedangkan rukun iman, menurut Rasulullah adalah enam, sebagaimana
termuat dalam hadits Jibril dari Umar Radhiyallahu 'anhu yang
dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
Jadi untuk merealisasikan iman, harus memenuhi dua hal. Pertama : Yaitu
lepas dari semua sesembahan dan menetapkan satu sesembahan yang benar,
yakni Allah. Kedua : Yaitu mengikuti Rasul Shallallahu 'alaihi wa salalm
secara lahir dan batin, dengan meyakini bahwa tidak ada Nabi lagi
setelah Beliau yang diutus kepada seluruh umat manusia hingga hari
Kiamat. Dan Al Qur'an tidak mungkin dipahami, kecuali melalui Sunnah
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Nabi bersabda, (artinya): "Aku
tinggalkan di tengah kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat
sesudahku selama kalian berpegang teguh dengan keduany, yaitu Kitab
Allah dan Sunnahku". [HR Hakim].
Ingatlah, aku diberi Al Qur'an dan diberi semisalnya bersamanya. [HR Ahmad dan Abu Dawud].
Maka barangsiapa beriman, berarti dia telah keluar dari kerugian.
2. Amal Shalih.
Amal shalih selalu disebut bergandengan dengan iman. Amal itu tidak
disebut shalih, kecuali dengan dua syarat. Pertama, dilakukan dengan
ikhlas karena wajah Allah. Kedua, sesuai dengan petunjuk Rasul Allah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dua hal inilah yang menjadi rukun
diterimanya amal.
Telah kita sebutkan firman Allah:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada Rabb-nya". [Al-Kahfi : 110].
Berdasarkan ini, amalan yang ikhlas tetapi menyalahi petunjuk Rasul
Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau sesuai dengan petunjuk Rasul, namun
dilakukan tanpa ikhlas, maka tertolak oleh Allah. Dua hal ini ibarat dua
sayap burung, ia tidak bisa terbang kecuali dengan keduanya. Bila salah
satunya terpotong, ia tidak bisa terbang.
Ahli bid’ah banyak menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala, tetapi tanpa
dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm. Maka
amalan-amalan mereka itu tertolak dan pada hari Kiamat nanti mereka akan
diusir dari telaga Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. Nabi akan
mengatakan: "Umatku, umatku". Maka dikatakan: "Sesungguhnya engkau tidak
mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu".
3. Saling Berwasiat Dengan Kebenaran.
Kita mengetahui, al haq adalah Islam dan syariat Islam, Al Qur'an dan Sunnah. Allah berfirman:
وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا
"Dan Kami turunkan (Al Qur'an itu dengan sebenar-benarnya dan Al Qur'an
itu telah turun dengan membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu,
melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan".
[Al-Isra’: 105].
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
"Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap".
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap".
[Al-Isra’: 81].
Tidak cukup seseorang itu menjadi mukmin, ‘abid (ahli ibadah) dan
beramal shalih, tetapi ia harus berdakwah, menyampaikan, membimbing
orang lain kepada kebaikan dan harus ikut andil mengemban risalah Islam.
Tawashi, adalah bentuk kata yang mengikuti wazan تَفَاعُلْ, yaitu
shighah mubalaghah (bentuk kata untuk menambah intensitas tindakan).
Artinya, saya berwasiat kepada Anda dengan benar dan Anda juga berwasiat
kepada saya dengan benar. Guru berpesan kepada murid, murid kepada
murid, orang tua kepada anak, pemimpin kepada rakyat, rakyat kepada
rakyat, dan seterusnya. Ini adalah amanah di pundak umat. Anda akan
ditanya tentangnya oleh Allah. Oleh karena itu, tidak cukup hanya dengan
mengusung syi'ar-syi'ar Islam saja. Melainkan harus mengemban dakwah.
Dengan berdakwah, berarti Anda telah melakukan amalan yang terbaik,
yaitu amalan yang menjadi tugas para nabi. Allah berfirman (artinya) :
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata: "Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri?" [Fushshilat :33].
Jika Anda telah berdakwah, berarti telah menyerupai para nabi dan
pemimpin para nabi. Manakala berdakwah, Anda harus mengikuti akhlak
Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu dalam firman Allah (artinya)
:" Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik". [An-Nahl : 125].
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu". [Ali-Imran : 159].
Kebenaran ini sudah terasa berat, maka janganlah Anda memperberat lagi
dengan sikap keras dan kasar. Dakwah itu harus dengan penampilan dan
tutur kata yang bagus. Ketika diperintahkan untuk berdakwah kepada
Fir’aun; manusia sombong yang mengatakan “Aku tidak mengetahui untuk
kalian sesembahan selain aku”, Nabi Musa dan Harun Alaihissallam
diperintahkan Allah untuk bersikap lembut kepadanya. Allah berfirman:
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
"Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". [Thaha : 44].
Meskipun demikian, seorang dai pasti menghadapi cobaan dan tantangan,
pasti dicemooh dan dilecehkan, dan terkadang diusir. Demikian ini
sunnatullah untuk para nabi dan pengikutnya. Jika seseorang mengemban
tugas nabi, pasti akan dimusuhi meskipun sangat lunak dan santun dalam
dakwahnya.
4. Saling Berwasiat Sabar.
Jalan dakwah tidaklah dihiasi dengan bunga-bunga yang mewangi, dan tidak
pula dihampari dengan sutra yang memikat hati. Dakwah adalah jalan
terjal yang sulit. Karena itu, diperlukan adanya tekad dan kesabaran.
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا
تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ
يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا
الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
"Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati
dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan
(adzab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat adzab yang diancamkan
kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan
sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak
dibinasakan melainkan kaum yang fasik". [Al-Ahqaf : 35].
Martabat para nabi itu di atas kita. Meskipun demikian, di antara para
nabi ada yang dibunuh, ada yang disalib, ada yang dibelah dengan
gergaji. Nabi kita sendiri banyak mengalami siksaan dari orang-orang
musyrik. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dilempari batu hingga
berdarah-darah kaki dan kepalanya, dilempari dengan kotoran di
punggungnya, dituduh sebagai tukang tenung atau dukun santet, tetapi
Beliau senantiasa bersabar dan tawakal.
Setelah Beliau diusir dari Thaif, Jibril Alaihissallam datang kepada
dengan ditemani malaikat penjaga gunung. Jibril mengatakan:
“Sesungguhnya Allah mendengar dan melihat apa yang dilakukan kaummu
terhadapmu. Dan Dia menyampaikan salam untukmu. Bersamaku, malaikat
penjaga gunung. Jika engkau menghendaki, dia akan menjatuhkan Ahsyabain
(dua gunung besar yang mengapit Mekkah) pada penduduk Mekkah”.
Nabi menjawab,”Tidak! Aku akan tetap bersabar. Siapa tahu Allah akan
mengeluarkan dari tulang rusuk mereka orang yang akan menyembah Allah
secara tauhid, tidak melakukan syirik sedikit pun,” bahkan Nabi berdo’a:
“Ya, Allah. Berilah kaumku petunjuk. Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang tidak tahu”. Sehingga banyak orang yang masuk Islam
karena kesabaran Beliau, ampunan Beliau dan santun Beliau dalam
berdakwah. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam betul-betul menjadi
rahmat yang dihadirkan Allah untuk umat manusia sebagaimana bunyi hadits
« اَناَ رَحْمَةً مُهْدَاة »aku adalah rahmat yang dihadiahkan (Allah).
Begitulah seharusnya para guru, da’i dan para muballigh. Mereka harus
memberikan kasih-sayang, memilih cara yang terbaik dan bersabar atas
gangguan yang diterimanya. Akhlak yang sejati bukanlah menahan diri
untul membalas gangguan, tetapi menyabarkan diri ketika diganggu.
Apabila Anda beriman, beramal shalih, berdakwah dan bersabar, maka Anda
termasuk orang-orang yang beruntung, mendapatkan semua yang
dicita-citakan, selamat dari segala yang Anda takutkan.
Allahu Akbar, Semoga kita bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar