Nasehat Luqman Kepada Anak Tercinta
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang
besar". [Luqmân/31:3].
Siapakah Luqman?
Terdapat perselisihan ulama dalam masalah penamaan ayah dan nasabnya, kenabian dan profesi serta sifat-sifat fisiknya.
Al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah menjelaskan, ia adalah Luqmân bin
'Anqâ bin Sadûn. Sebagian besar ulama besar menyatakan bahwa Luqmân
rahimahullah bukanlah seorang nabi dan tidak pula mendapatkan wahyu, melainkan
ia seorang wali Allah Subhanahu wa Ta’ala yang taat, shâlih, dan
bijaksana, yang telah dikaruniakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
berbagai keutamaan, berupa kecerdasan akal, kedalaman pemahaman terhadap
Islam, sifat pendiam dan tenang, serta hikmah dalam berkata-kata.
Adapun mengenai profesi Luqman rahimahullah, di antara para ulama
terjadi perpedaan pendapat. Ada yang mengatakan, ia seorang budak hitam
yang berprofesi sebagai tukang kayu. Ada pula yang mengatakan sebagai
penjahit. Ada pula yang mengatakan sebagai penggembala. Dan ada pula
yang mengatakan sebagai Qadhi (hakim) di masyarakat Bani Israil.
Sedangkan mengenai sifat-sifat fisik beliau, banyak para ulama yang
menjelaskan, ia adalah seorang budak Habasyah yang hitam, berbibir
tebal, dan berkaki pecah-pecah.
Apa saja nasehat Luqman kepada Anak Tercintanya ? Diantaranya adalah :
Syirik adalah Dosa Yang Paling Besar
Pada ayat di atas, Luqmân rahimahullah menasihati anaknya, Tsarân
agar tidak berbuat syirik. Sebagai seorang ayah yang telah dikaruniai
Allah Subhanahu wa Ta’ala sifat bijaksana dan kemampuan berkata-kata
dengan kedalaman makna dan penuh hikmah, Luqmân memberi sebuah
nasihat sangat berharga untuk buah hatinya yang sangat ia sayangi.
Dia menasihati anaknya agar tidak menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan sesuatu apapun, karena syirik merupakan kezhaliman yang amat
besar. Karena dalam perbuatan syirik ini tidak ada suatu pun perbuatan
dosa yang paling besar dan buruk daripada dosa menyekutukan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan makhluk-Nya, dosa menyamakan derajat Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Sempurna dan Yang Maha berhak untuk
disembah karena kesempurnaan sifat-sifat-Nya; dengan makhluk-Nya yang
sarat kekurangan dan kelemahan.
Oleh sebab itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuni dosa
seseorang yang berbuat syirik, jika ia sampai mati dalam keadaan belum
bertaubat dari perbuatan syiriknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ
إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Qs. an-Nisâ`/4:48).
Syirik merupakan dosa yang amat besar; dan keimanan seorang
muslim tidak mungkin lurus dan benar jika masih tercampur dengan
kezhaliman ini, karena tidak mungkin sebuah keimanan dan tauhid
bercampur dengan kesyirikan dan kekufuran.
Ayat di atas juga memberikan isyarat yang jelas kepada para ayah atau
orang tua, para guru, pengajar dan pembimbing secara umum, agar mereka
menasihati anak-anaknya sejak dini. Yaitu dengan menanamkan dan
memahamkan serta mengajarkan prinsip-prinsip dasar ke-Islaman dan
keimanan, berupa aqidah atau tauhid. Hal ini pun telah dicontohkan oleh
seorang ayah, pembimbing, dan guru yang terbaik, yaitu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , tatkala beliau menasihati sepupunya,
'Abdullah bin 'Abbâs c yang saat itu umurnya masih sangat belia.
'Abdullah bin 'Abbâs Radhiyallahu anhuma berkata, yang artinya: Pada
suatu hari, aku pernah dibonceng oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , dan beliau bersabda: "Wahai anak, sesungguhnya aku ingin
mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; 'Jagalah Allah, niscaya Allah
akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati-Nya di
depanmu. Jika kamu ingin meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan jika
kamu ingin memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah.
Ketahuilah, sesungguhnya jika seluruh umat bergabung untuk memberikan
sebuah manfaat kepadamu, mereka semua tidak akan bisa memberikan manfaat
itu kecuali jika Allah telah menetapkannya untukmu. Dan jika mereka
semua bergabung untuk memberikan sebuah madharrat/bahaya kepadamu,
mereka semua tidak akan bisa memberikan madharrat/bahaya itu kecuali
jika Allah telah menetapkannya (pula) untukmu. Pena telah diangkat, dan
buku catatan (amal) telah kering'."
Wajib Berbakti dan To'at Kepada Orangtua Selama Perintahnya Tidak Menyalahi Syari'at
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا
عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
إِلَيَّ الْمَصِيرُ وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا
لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي
الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ
إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
[Luqmân/31:14-15].
Pada ayat ke-14 dan ke-15 surat Luqmân ini, setelah Allah Subhanahu wa
Ta’ala memerintahkan kita untuk memenuhi hak-Nya dengan beribadah hanya
kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kemudian
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk memenuhi hak orang
tua, dengan berbakti dan taat kepadanya selama perintah mereka tidak
menyelisihi syariat. Kita diperintah untuk berbuat baik dan berbakti
kepada kedua orang tua, karena merekalah yang menyebabkan kita ada di
dunia ini dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala ; dan terlebih lagi
berbakti kepada ibu, karena, ibu telah mengandung kita, merasakan
payahnya ketika kita masih berada di dalam perutnya. Hingga akhirnya
melahirkan kita dengan menahan rasa sakit yang luar biasa. Ibu
mempertaruhkan nyawa demi keselamatan kita. Tidak hanya sampai di situ,
ibu juga menyusui kita, mengurus dengan sabar, hingga menyapih kita
dalam jangka waktu dua tahun. Sampai akhirnya kita tumbuh berkembang,
kuat dan dewasa. Demikian pula dengan ayah, ia telah membanting
tulang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan kita dan ibu.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika taat dan berbakti kepada orang
tua merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap anak. Tentunya,
kewajiban tersebut berlaku selama bakti dan ketaatan terhadap perintah
mereka berdua tidak menyelisihi atau menyalahi syariat. Hal ini banyak
diterangkan dalam Al-Qur`ân maupun hadits-hadits shahîh, di antaranya
seperti firman-Nya berikut:
Juga firman-Nya:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ
لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ
مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu
bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [al-'Ankabût/29:8].
Konkretnya, seperti yang telah diperankan oleh Sa'ad bin Abi Waqqâsh
Radhiyallahu anhu, ketika sang ibu memaksanya murtad dari Islam. Para
ulama berpendapat, ayat ke-8 surat al-'Ankabût, dan ayat ke-14 dan ke-15
surat Luqmân ini di atas turun dengan sebab kisah Sa'ad bin Abi Waqqâsh
Radhiyallahu anhu.
Dalam Shahîh Muslim, dari Sa'ad bin Abi Waqqâsha, beliau berkata yang artinya :
Ibu Sa'ad (bin Abi Waqqâsh) bersumpah untuk tidak berbicara
dengannya selama-lamanya sampai Sa'ad kufur (keluar) dari agamanya
(yaitu, Islam). Dia pun bersumpah untuk tidak mau makan dan minum. Dia
berkata: "Kamu telah katakan bahwa Allah memerintahkanmu untuk
taat/berbakti kepada kedua orang tuamu, sedangkan aku adalah ibumu, dan
aku memerintahkanmu untuk kufur (dari Islam)". Ibu Sa'ad pun bertahan
(tidak makan dan minum) selama tiga hari, hingga ia pingsan karena
kepayahan. Maka salah satu anaknya yang bernama 'Umarah memberinya
minum. Ibu Sa'ad pun mendoakan keburukan untuk Sa'ad, maka Allah Ajja wa
Jallamenurunkan dalam Al-Qur`ân ayat ini: "Dan Kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya
di dunia dengan baik…".
Oleh karena itu, bagaimanapun keadaan orang tua, kita diwajibkan oleh
Allah untuk taat dan berbakti kepada mereka, selama bukan merupakan
perkara maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Sehingga, jika orang tua
memerintahkan kita untuk bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka
tidak ada kewajiban untuk mentaati perintah mereka. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
«...إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ».
… Sesungguhnya ketaatan hanya dalam hal yang baik.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
«...لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ».
… Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Pencipta (Allah Subhanahu wa Ta’ala ).
Tanamkan Aqidah Kepada Putranya Tentang Kekuasaan Allah dan Adanya Hari Pembalasa
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ
فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا
اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
(Luqmân berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam
bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya
Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. [Luqmân/31:16].
Pada ayat ke-16, Luqmân kembali menasihati putranya, bahwa sekecil
apapun perbuatan seseorang, baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan,
pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya. Perbuatan baik, maka
balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala pun baik. Jika perbuatan tersebut
buruk, maka balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala pun demikian.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ
نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا
بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikitpun, dan jika (amalan itu) hanya
seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya, dan cukuplah
Kami sebagai pembuat perhitungan. [al-Anbiyâ`/21:47].
Maka, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pandangan Allah Azza
wa Jalla. Oleh karena itu, di akhir ayat 16 surat Luqmân ini, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Luqman Memerintajkan Putranya untuk Menegakkan Sholat, Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan Bersabar atas Musibah
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ
الْأُمُورِ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). [Luqmân/31:17].
Luqmân memerintahkan si anak untuk sholat, karena merupakan ibadah fisik
paling penting. Selanjutnya, memerintahkan amar ma'ruf nahi mungkar.
Aktifitas ini menuntut pengenalan akan perkara-perkara yang ma'ruf dan
kemungkaran, serta sifat pendukungnya, yaitu kelembutan dan kesabaran.
Lantaran pasti akan menghadapi cobaan saat menjalankan amar ma'ruf dan
nahi munkar, Luqmân memerintahkan supaya bersabar. Perkara-perkara ini
termasuk 'azmil-umûr (perkara besar lagi menyedot perhatian lebih),
hingga tidak ada yang memperoleh taufik untuk menjalankannya kecuali
orang-orang yang bertekad baja
Secara khusus, mengenai pembinaan anak-anak untuk mengerjakan sholat
sejak dini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ،
وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ، وَفَرِّقُوا
بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ .
Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat ketika mereka
berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mau melakukan
shalat) ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkan mereka dalam
tempat tidur.
Luqman Mengajarkan Kepada Putranya untuk Tidak Sombong, Angkuh dan Tidak Membanggakan Diri
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
[Luqmân/31:18]
Dalam ayat lain, Allah Ajja wa Jalla telah berfirman:
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali
kamu tidak akan sampai setinggi gunung. [al-Isrâ`/17:37].
Dan sungguh, nasihat Luqmân ini pun telah diajarkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kita, seperti ditunjukkan beberapa
hadits berikut.
Hadits 'Abdullah bin Mas'ûd a, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ
كِبْرٍ»، قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ
حَسَناً، وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: «إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يَحِبُّ
الْجَمَالَ، الكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
"Tidak (akan) masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sekecil
dzarrah dari kesombongan". (Kemudian) ada seorang yang berkata:
"Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan sendalnya bagus,"
(maka) Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah itu indah, dan menyukai
keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang
lain".
Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْتَرُ يَمْشِي فِي بُرْدَيْهِ قَدْ أَعْجَبَتْهُ
نَفْسُهُ، فَخَسَفَ اللهُ بِهِ الأَرْضَ، فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيْهَا
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ .
Tatkala seorang berjalan dengan angkuh/sombong dengan mengenakan dua
lapis pakaiannya, maka Allah benamkan dia ke dalam bumi. Dia pun terus
demikian naik turun di dalam bumi sampai hari kiamat.
1. Hadits Haaritsah bin Wahb al-Khuzaa'i Radhiyallahu anhu , ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
...أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ؟»، قَالُوْا: بَلَى، قَالَ: «كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ .
"… Maukah aku beritahu kalian; siapakah penghuni neraka?" Mereka
menjawab: "Tentu". Rasulullah bersabda: "Setiap orang yang kasar,
tamak/serakah dan sombong".
Luqman Mengajarkan Kepada Putranya Untuk Selaluu Tawadu', Tenang dan Tidak Meninggikan Suara
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. [Luqmân/31:19].
Pada ayat ke-19, Luqmân juga menasihati putranya untuk tawâdhu' (rendah
hati), tenang, tidak tergesa-gesa dan tidak terlalu lambat dalam
berjalan. Dia juga menasihati anaknya untuk tidak berlebih-lebihan dalam
berbicara, dan tidak meninggikan suara untuk sesuatu yang tidak ada
manfaatnya pada pembicaraan tersebut. Sampai-sampai Luqman
mengumpamakannya dengan suara keledai yang buruk.
Al-Hafizh Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: "Seburuk-buruk perumpamaan
orang yang meninggikan suaranya adalah bagaikan keledai dalam
ringkikannya. Selain itu, suara ini pun dibenci oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala ".
Pesan dan Nasihat Imam Ibn Qoyyim untuk Para Ayah dan Orangtua
Sebelum merenungkan nasihat Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, marilah kita
renungi dan pahami terlebih dahulu sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berikut:
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ... .
Tidak ada seorang (bayi pun) yang dilahirkan, melainkan ia dilahirkan
dalam keadaan fithrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nashrani, dan Majusi…..
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata:
Sebagian Ahlul 'Ilmi (para ulama) berkata: Sesungguhnya Allah Subhanahu
wa Ta’ala akan bertanya kepada ayah -pada hari Kiamat nanti- (tentang)
apa yang telah dilakukannya terhadap anaknya, sebelum Allah bertanya
kepada anak, (tentang) apa yang telah dilakukannya terhadap ayahnya.
Karena, sebagaimana ayah memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh anaknya,
maka anak pun memiliki hak yang harus di penuhi oleh ayahnya. Dan
sebagaimana Allah berfirman.
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا
Dan kami wajibkan manusia (berbuat) baik kepada dua orang ibu-bapaknya .... -al-'Ankabut/29 ayat 8- maka Allah pun berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.... -at-Tahrim/66
ayat 6-, dan 'Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu berkata: "Yaitu,
ajarilah dan didiklah anak-anak kalian!".
Sehingga, perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada ayah untuk
memperhatikan dan memenuhi hak-hak anaknya, lebih Allah Subhanahu wa
Ta’ala dahulukan daripada perintah-Nya kepada anak untuk memperhatikan
dan memenuhi hak-hak ayahnya. (Sebagaimana) firman Allah:
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan...
-al-Isrâ`/17 ayat 31- sehingga barang siapa melalaikan pendidikan
anaknya agar mengetahui hal-hal yang bermanfaat untuknya, dan
menyia-nyiakannya; maka sungguh ia telah berbuat keburukan terhadap
anaknya dengan seburuk-buruknya. Dan mayoritas anak, tidaklah mereka
menjadi rusak melainkan karena ayahnya. Ayahnyalah yang lalai mendidik
anaknya, dan lalai menanamkan serta memahamkan prinsip-prinsip dasar
agama dan sunnah-sunnahnya. Akhirnya, (ayah seperti inilah yang) telah
menyia-nyiakan anaknya (sendiri) sejak kecil, dan tidak memberinya
manfaat. Sehingga ketika ia telah dewasa, ia pun tidak (bisa) memberikan
manfaat apapun kepada ayahnya. Seperti yang pernah terjadi pada
sebagian anak yang mencela ayahnya (karena kelalaiannya), ia berkata:
"Wahai ayahku, sebagaimana engkau tidak mendidikku saat masa kecilku,
maka kini saat aku telah dewasa mendurhakaimu! Wahai ayahku, sebagaimana
engkau telah menyia-nyiakan diriku (dahulu) ketika aku bayi, maka kini
aku pun menyia-nyiakanmu ketika engkau menjadi seorang kakek tua".
Kesimpulan yang didapat dari Kisah Luqman:
1. Penetapan (wajibnya) tauhid dan ancaman (bahaya) syirik.
2. Penjelasan hikmah, yaitu bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan taat dan selalu ingat kepada-Nya. Karena tidaklah bersyukur
melainkan orang yang berakal dan pandai.
3. Disyariatkan nasihat dan bimbingan, baik untuk orang tua, anak kecil, orang asing maupun kerabat.
4. Dahsyatnya (keburukan) syirik, dan penjelasan bahwa syirik merupakan kezhaliman yang sangat besar.
5. Penjelasan jangka waktu menyusui, yaitu selama dua tahun, tidak lebih.
6. Wajibnya berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua.
7. Penetapan kaidah "tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan
kepada Pencipta (Allah Subhanahu wa Ta’ala)". Yaitu dengan tidak
mentaati (perintah) orang tua dalam hal-hal yang tidak baik (menurut
syariat).
8. Wajib mengikuti jalan orang-orang yang beriman dari kalangan
Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah, dan haram mengikuti jalan para pelaku bid'ah
dan kesesatan.
9. Wajib merasakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa mengawasi
dan mengetahui gerak-gerik (setiap manusia), dan tidak boleh menganggap
remeh terhadap kebaikan atau keburukan yang dilakukan, betapa pun
kecilnya.
10. Wajib menegakkan shalat, amar ma'ruf dan nahi munkar, dan sabar
terhadap apa-apa yang akan menimpa si pelaku amar ma'ruf dan nahi munkar
tersebut.
11. Haram berlaku angkuh dan sombong dalam berjalan, serta wajibnya
sederhana, tenang dalam berjalan dan berbicara. Yakni tidak terlalu
cepat dalam berjalan, dan tidak terlalu mengeraskan suara dalam
berbicara, kecuali jika dibutuhkan.
Subhanallah, Semoga Kesimpulan yang diatas, dapat kita amalkan di dunia nyata
Wallahu A'lamu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar